|
Nusa Dua, 17 Juni 2013 |
“17 Oktober, dan saya masih 17 tahun. :)”
Ketika saya menjadikan itu sebagai status di
Blacberry Messenger (BBM), seketika banyak BBM masuk ke smartphone CDMA bernama
Blackberry tersebut. Kebanyakan dari mereka mengirim, “Selamat ulang tahun yah.”,
atau “HBD Hani.”, dilanjutkan dengan best
wishes dan doa-doa dari mereka. Ada juga yang hanya mengirim atau dibuntuti
dengan, “Traktiran yah.” Saya menjadi malu sendiri. Karena sungguh, saya tidak
sedang berulang tahun pada saat itu, hari ini. Apakah status saya ambigu?
Mungkin. Tapi ada beberapa dari mereka yang mengirim, “Ehem yang bentar lagi
nambah umur.” Sedikit bersyukur, ada juga yang mengerti maksud dari status saya
itu. Akhirnya, saya harus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada
teman-teman yang salah arti.
Tulisan ini saya buat tidak semata-mata karena tragedi
di atas. Sebelum status itu mejeng di
recent update BBM, tulisan berjudul
di atas telah siap sedia di daftar tunggu untuk meluncur di blog. Tapi karena
sesuatu hal yang menyebabkan sekian orang menjadi korban gagal paham, beberapa
di antaranya menderita malu, termasuk saya, tulisan itu harus saya edit lagi dan
jadilah sekarang yang Anda baca.
Sekali lagi saya katakan, saya tidak sedang berulang
tahun.
Hari ini, Kamis, 17 Oktober 2013, saya masih berusia
17 tahun. Saya benar-benar menikmati masa ini. Selain karena 17 adalah angka
yang cantik untuk masalah umur, orang-orang pun berkata 17 tahun itu sweet seventeen. Seberapa manis? Lebih
manis dari Strawberries Arnaud dengan es krim strawberrynya dan topping cincin
berlian pink yang terkenal di dunia itu. Coba tanyakan saja, adakah orang yang
ingin menukar 17 tahunnya dengan Strawberries Arnaud? Hehe. Entahlah! Ada
kesenangan tersendiri ketika saya ditanya mengenai umur dan saya menjawab 17
tahun. Di usia ini, saya pertama kali mengepakkan sayap saya dan terbang jauh dari
keluarga. Hidup sendiri, hidup mandiri. Menjadi mahasiswa yang berdikari hingga
menjadi kaum minoritas di pulau orang saya jalani. Mungkin itu terdengar
sedikit miris, tapi sungguh ini manis. Ketika saya mulai menemukan keluarga
kedua. Ketika saya mulai tersiksa oleh rindu yang ada. Ketika saya mulai
menghargai uang yang tak seberapa. Ketika saya mulai memasuki dunia kerja. Ketika
saya mulai bisa memilah mana perasaan suka, kagum, sayang, dan cinta. Ketika saya
mulai mengenal cinta yang sebenarnya. Ketika saya mulai merasakan patah hati
itu apa. Ketika saya mulai mengindahkan menikah muda. Ketika saya menemukan
seseorang yang diam-diam saya sadari dalam hati adalah perwujudan dari sosok
calon suami impian saya. Ketika… dan ketika… Ketika dunia baru ada di depan
mata. Ini manis. Sungguh manis.
Hari ini, Kamis, 17 Oktober 2013, saya masih berusia
17 tahun. Terjadi kontemplasi di sini. Di tangal 17 bulan ini saya masih 17
tahun. Tinggal menghitung beberapa hari lagi di bulan yang sama, usia saya sudah
genap 18 tahun. Sedikit sedih, entah ini haru. Saya akan segera meninggalkan
angka 17 yang cantik itu. Siapkah saya? Pantaskah saya? Apa saja yang telah saya
lakukan selama 17 tahun ini, bukan, 18 tahun ini? Apa yang telah saya
persembahkan untuk Tuhan saya? Apa yang telah saya perjuangkan untuk agama saya?
Sudahkah saya bermanfaat untuk orang lain? Ataukah dengan ada atau tiadanya
saya, sama sekali tidak berpengaruh apa-apa?
Wahai gadis 25 Oktober, kuatkan pertahanan, siapkan
amunisi.
Saya akan menjadi lebih dewasa lagi. Saya akan lebih bermanfaat bagi orang
lain. Saya akan menjadi orang baik dan lebih baik lagi.
Teringat akan sebuah tulisan pada novel 5 cm, “Sebenarnya mudah untuk
menjadi seorang insinyur yang baik, sarjana yang baik, arsitek yang baik, dan
menteri yang baik. Tapi susah sekali menjadi orang yang baik”.
Apa yang akan terjadi nanti? Tidaklah ada yang bisa
menebaknya. Entah itu ramalan bintang atau indra ke-6 seseorang, saya tak akan
percaya. Saya serahkan segalanya pada Yang Maha Kuasa. Akankah menjadi seonggok
daging pelaksana keburukan atau pembela kebenaran? Saya sendiri yang akan memilih
jalannya. Kita sendiri yang menentukan nasib kita masing-masing. Jika ingin lebih
baik, maka ubahlah sendiri.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu
kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang pada diri mereka ” QS
13:11
Samuel Smiles mengawalinya dengan gagasan atau
pikiran. Tanamlah gagasan, petiklah tindakan. Tanamlah tindakan, petiklah
kebiasaan. Tanamlah kebiasaan, petiklah watak. Tanamlah watak, petiklah nasib.
Dimulai dari gagasan yang diwujudkan dalam tindakan, kemudian tindakan yang
dilakukan berulang-ulang akan menjadi suatu kebiasaan. Kebiasaan yang dilakukan
berkali-kali akan menjelma menjadi watak, dan watak inilah yang akhirnya
mengantarkan kita kepada nasib. Jadi nasib kita, kita sendirilah yang
menentukan. Nasib kita ada di tangan kita.
Ah, apalah yang saya tulis ini. Tatkala tulisan saya
hanyalah lembaran sampah tak berguna, belum sempat dibaca, tapi sudah diacuhkan.
Siapalah saya?
Terimakasih. Semoga bermanfaat. Salam perubahan! :)
Sumedang, 17 Oktober 2013
Hanifah Alshofa Nurul Aini